Minggu, 31 Oktober 2010

perubahan kata2 baku yang terbaru yang digunakan dalam penulisan dan percakapan

Perubahan Kata-Kata Baku Yang Terbaru Yang Sering Digunakan Dalam Penulisan & Percakapan
Menurut sejarahnya, setelah Proklamasi Kemerdekaan, Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi di Negara kita, bahasa Indonesia adalah bahasa yang mengikuti aturan yang baku, Bahasa Indonesia yang baku adalah salah satu ragam bahasa yang dijadikan pokok ajuan, yang dijadikan dasar ukuran atau yang dijadikan standar. Ragam bahasa baku bahasa Indonesia memang sulit untuk dijalankan atau yang digunakan karena untuk memahaminya dibutuhkan daya nalar yang tinggi. Dengan menggunakan ragam bahasa baku, seseorang akan menaikkan prestisenya. Saat kita mempergunakan bahasa Indonesia perlu diperhatikan kesempatannya. Misalnya kapan kita mempunyai ragam bahasa baku yang ingin dipakai apabila pada situasi resmi atau ilmiah

Singkatnya Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah Bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan situasi pembicaraan (yakni, sesuai dengan lawan bicara, tempat pembicaraan, dan ragam pembicaraan) dan sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam Bahasa Indonesia (seperti: sesuai dengan kaidah ejaan, pungtuasi, istilah, dan tata bahasa

Kata yang dipakai dalam Bahasa Indonesia adalah kata yang tepat dan serasi serta baku. Kata yang tepat dan serasi merupakan kata yang sesuai dengan gagasan atau maksud penutur atau sesuai dengan arti sesungguhnya dan sesuai dengan situasi pembicaraan (sepert: sesuai dengan lawan bicara, topik pembicaraan, ragam pembicaraan, dsb.). Kata yang baku merupakan kata yang sesuai dengan ejaan (yakni: EYD

Namun dalam prakteknya sering terjadi perubahan dan penyimpangan dari aturan yang baku tersebut. Kata-kata yang menyimpang disebut kata non baku, kata non baku dapat dengan mudah ditemukan di percakapan sehari-hari antara sesama teman, keluarga, pasar atau biasanya percakapan antara orang yang kedudukannya sejajar. Tapi tidak jarang kata non baku ditemukan di tempat yang salah yaitu di situasi yang diwajibkan menggunakan kata baku, seperti di dalam penulisan ilmiah, pidato formal, dll. Hal ini terjadi salah satu penyebabnya adalah faktor lingkungan. Faktor ini mengakibabkan daerah yang satu berdialek berbeda dengan dialek didaerah yang lain, walaupun bahasa yang digunakannya tetap bahasa Indonesia.

Berikut adalah contoh antara kalimat Non Baku yang sering salah digunakan di dalam penulisan :

Non Baku :
1. Kami menghaturkan terima kasih atas kehadirannya.
2. Sebelum mengarang terlebih dahulu tentukanlah tema karangan.
3. Pertandingan itu akan berlangsung antara Regu A melawan Regu B
4. Kita perlu pemikiran-pemikiran untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan pengembangan kota.
5. Semua peserta daripada pertemuan itu sudah pada hadir.

Baku :
1. Kami mengucapkan terima kasih atas kehadiran Saudara.
2. Sebelum mengarang, tentukanlah tema karangan
3. Pertandingan itu akan berlangsung antara Regu A dan Regu B.
4. Kita memerlukan pemikiran untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan pengembangan kota
5. Semua peserta pertemuan itu sudah hadir

Sedangkan yang berikut ini adalah kalimat Non Baku yang sering digunakan di dalam percakapan :

Non Baku :
1. Ini hari tuh hari Senen
2. Pengendara motor dilarang lewat jalan ini kecuali yang pakai helm
3. Bilang dahulu dong sama saya punya bini.
4. Memang kebangetan itu anak belum mandi sudah makan
5. Jalannya lempeng aja

Baku :
1. Hari ini adalah hari Senin
2. Pengendara motor dilarang melewati jalan ini, kecuali mereka yang memakai helm
3. Bicarakan dahulu dengan istri saya
4. Memang keterlaluan anak itu belum mandi sudah makan
5. Jalannya lurus saja

Untuk mengurangi penggunaan kata non baku di tempat dan situasi yang salah, ada beberapa ciri yang dapat digunakan untuk mempertimbangkan kebakuan kalimat, antara lain adalah :
1. Pelesapan imbuhan, misalnya “Kita harus hati-hati dalam menentukan sample penelitian ini” (seharusnya “berhati-hati”).
2. Pemborosan kata yang menyebabkan kerancuan atau bahkan kesalahan struktur kalimat, misalnya “Dalam rapat pimpinan kemarin memutuskan susunan pengurus baru” (kata dalam dapat dibuang).
3. Penggunaan kata yang tidak baku, termasuk penggunaan kosakata bahasa daerah yang belum dibakukan. Contoh, “Percobaan yang dilakukan cuma menemukan sedikit temuan” (Cuma diganti hanya).
4. Penggunaan kata hubung yang tidak tepat, termasuk konjungsi ganda, misalnya ”Meskipun beberapa ruang sedang diperbaiki, tetapi kegiatan sekolah berjalan terus.” (konjungsi tetapi sebaiknya dihilangkan karena sudah ada konjungsi meskipun).
5. Kesalahan ejaan, termasuk penggunaan tanda baca.
6. Pelesapan salah satu unsur kalimat, misalnya ”Setelah dibahas secara mendalam, peserta rapat menerima usul tersebut” (subjek anak kalimat ‘usul tersebut’ tidak boleh dilesapkan).


Sumber : http://arihputra.blogspot.com/2010/10/perubahan-kata-kata-baku-yang-terbaru.html

Selasa, 05 Oktober 2010

Cerita Rakyat dari DKI.JAKARTA

DKI
Jakarta
Si Pitung
Si Pitung adalah seorang pemuda yang soleh dari Rawa Belong. Ia rajin belajar mengaji pada Haji Naipin. Selesai belajar mengaji ia pun dilatih silat. Setelah bertahun- tahun kemampuannya menguasai ilmu agama dan bela diri makin meningkat.
Pada waktu itu Belanda sedang menjajah Indonesia. Si Pitung merasa iba menyaksikan penderitaan yang dialami oleh rakyat kecil. Sementara itu, kumpeni (sebutan untuk Belanda), sekelompok Tauke dan para Tuan tanah hidup bergelimang kemewahan. Rumah dan ladang mereka dijaga oleh para centeng yang galak.
Dengan dibantu oleh teman-temannya si Rais dan Jii, Si Pitung mulai merencanakan perampokan terhadap rumah Tauke dan Tuan tanah kaya. Hasil rampokannya dibagi-bagikan pada rakyat miskin. Di depan rumah keluarga yang kelaparan diletakkannya sepikul beras. Keluarga yang dibelit hutang rentenir diberikannya santunan. Dan anak yatim piatu dikiriminya bingkisan baju dan hadiah lainnya.
Kesuksesan si Pitung dan kawan-kawannya dikarenakan dua hal. Pertama, ia memiliki ilmu silat yang tinggi serta dikhabarkan tubuhnya kebal akan peluru. Kedua, orang-orang tidak mau menceritakan dimana si Pitung kini berada. Namun demikian orang kaya korban perampokan Si Pitung bersama kumpeni selalu berusaha membujuk orang-orang untuk membuka mulut.
Kumpeni juga menggunakan kekerasan untuk memaksa penduduk memberi keterangan. Pada suatu hari, kumpeni dan tuan-tuan tanah kaya berhasil mendapat informasi tentang keluarga si Pitung. Maka merekapun menyandera kedua orang tuanya dan si Haji Naipin. Dengan siksaan yang berat akhirnya mereka mendapatkan informasi tentang dimana Si Pitung berada dan rahasia kekebalan tubuhnya.
Berbekal semua informasi itu, polisi kumpeni pun menyergap Si Pitung. Tentu saja Si Pitung dan kawan-kawannya melawan. Namun malangnya, informasi tentang rahasia kekebalan tubuh Si Pitung sudah terbuka. Ia dilempari telur-telur busuk dan ditembak. Ia pun tewas seketika.Meskipun demikian untuk Jakarta, Si Pitung tetap dianggap sebagai pembela rakyat kecil.
http://www.seasite.niu.edu/Indonesian/budaya_bangsa/Cerita_Rakyat/default.htm

Ejaan Yang Dibenarkan

Ejaan Yang Disempurnakan

Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi.
Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama telah ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia pada masa itu, Tun Hussien Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden No. 57, Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin (Rumi dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) bagi bahasa Melayu dan bahasa Indonesia. Di Malaysia ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB).
Selanjutnya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarluaskan buku panduan pemakaian berjudul "Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan".
Pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah".
Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:

• 'tj' menjadi 'c' : tjutji → cuci
• 'dj' menjadi 'j' : djarak → jarak
• 'oe' menjadi 'u' : oemoem -> umum
• 'j' menjadi 'y' : sajang → sayang
• 'nj' menjadi 'ny' : njamuk → nyamuk
• 'sj' menjadi 'sy' : sjarat → syarat
• 'ch' menjadi 'kh' : achir → akhir
• awalan 'di-' dan kata depan 'di' dibedakan penulisannya. Kata depan 'di'
pada contoh "di rumah", "di sawah", penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara 'di-' pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
http://id.wikipedia.org/wiki/Ejaan_Yang_Disempurnakan

pantun

Pantun
Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara. Dalam bahasa Jawa, misalnya, dikenal sebagai parikan, dalam bahasa Sunda dikenal sebagai paparikan, dan dalam bahasa Batak dikenal sebagai umpasa (baca: uppasa). Lazimnya pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), bersajak akhir dengan pola a-b-a-b dan a-a-a-a (tidak boleh a-a-b-b, atau a-b-b-a). Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan namun sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis.
Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian: sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut.
Karmina dan talibun merupakan bentuk kembangan pantun, dalam artian memiliki bagian sampiran dan isi. Karmina merupakan pantun "versi pendek" (hanya dua baris), sedangkan talibun adalah "versi panjang" (enam baris atau lebih).
Peran pantun
Sebagai alat pemelihara bahasa, pantun berperan sebagai penjaga fungsi kata dan kemampuan menjaga alur berfikir. Pantun melatih seseorang berfikir tentang makna kata sebelum berujar. Ia juga melatih orang berfikir asosiatif, bahwa suatu kata bisa memiliki kaitan dengan kata yang lain.
Secara sosial pantun memiliki fungsi pergaulan yang kuat, bahkan hingga sekarang. Di kalangan pemuda sekarang, kemampuan berpantun biasanya dihargai. Pantun menunjukkan kecepatan seseorang dalam berfikir dan bermain-main dengan kata.
Namun demikian, secara umum peran sosial pantun adalah sebagai alat penguat penyampaian pesan.
Struktur pantun
Menurut Sutan Takdir Alisjahbana fungsi sampiran terutama menyiapkan rima dan irama untuk mempermudah pendengar memahami isi pantun. Ini dapat dipahami karena pantun merupakan sastra lisan.
Meskipun pada umumnya sampiran tak berhubungan dengan isi kadang-kadang bentuk sampiran membayangkan isi. Sebagai contoh dalam pantun di bawah ini:


Air dalam bertambah dalam
Hujan di hulu belum lagi teduh
Hati dendam bertambah dendam
Dendam dahulu belum lagi sembuh

Beberapa sarjana Eropa berusaha mencari aturan dalam pantun maupun puisi lama lainnya. Misalnya satu larik pantun biasanya terdiri atas 4-6 kata dan 8-12 suku kata. Namun aturan ini tak selalu berlaku.
Macam-macam pantun

Pantun adat

Menanam kelapa di pulau Bukum
Tinggi sedepa sudah berbuah
Adat bermula dengan hukum
Hukum bersandar di Kitabullah

Pantun agama

Banyak bulan perkara bulan
Tidak semulia bulan puasa
Banyak tuhan perkara tuhan
Tidak semulia Allah Yang Esa

Pantun budi

Bunga cina diatas batu
Daunnya lepas kedalam ruang
Adat budaya tidak berlaku
Sebabnya emas budi terbuang

Pantun jagoan
Adakah perisai bertali rambut
Rambut dipintal akan cemara
Adakah misai tahu takut
Kamipun muda lagi perkasa

Pantun kias

Ayam sabung jangan dipaut
Jika ditambat kalah laganya
Asam digunung ikan dilaut
Dalam belanga bertemu juga

Pantun nasihat

Jalan-jalan ke kota Blitar
Jangan lupa beli sukun
Kalau kamu ingin pintar
Harus belajar yang tekun

Pantun Percintaan

Coba-coba menanam mumbang
Moga-moga tumbuh kelapa
Coba-coba bertanam sayang
Moga-moga menjadi cinta

Pantun peribahasa

Berakit-rakit ke hulu
Berenang-renang ke tepian
Bersakit-sakit dahulu
Bersenang-senang kemudian

Pantun teka-teki

Kalau tuan bawa keladi
Bawakan juga si pucuk rebung
Kalau tuan bijak bestari
Binatang apa tanduk di hidung

pantun teka-teki

Tugal padi jangan bertangguh
Kunyit kebun siapa galinya
Kalau tuan cerdik sungguh
Langit tergantung mana talinya
http://id.wikipedia.org/wiki/Pantun

Minggu, 03 Oktober 2010

Kalimat Verbal dan Nominal

Kalimat Verbal dan Nominal
1. Kalimat verbal. yaitu kalimat yang predikatnya kata kerja.
Contoh:
• Adik tidur.
• Dia tidak melamun, tetapi berpikir,
2. Kalimat nominal, yaitu Kalimat yang predikatnya bukan kata kerja.
• Nartosabdo dalang.
• Mereka murid-murid kebanggaan.
• Pelajar di sekolah ini hampir semuanya rajin dan disiplin

Polisemi dan Homoni
Polisemi adalah : Satu kata yang mempunyai makna lebih dari satu.
Contoh :
a. Saya masih punya hubungan darah dengan keluarga Bu Rani.
b. Tubuhnya berlumuran darah setelah kepalanya terbentur tiang listrik.
Perhatikan kata darah pada kalimat a berarti keluarga (makna konotasi), sedangkan darah pada kalimat b berarti zat merah dalam tubuh kita(Makna denotasi).
Homonim adalah : Dua kata yang bentuk penulisan dan pengucapanya sama tetapi
artinyaberbeda.
Contoh:
a. Saya sudah bisa menyetir mobil. (bisa berarti dapat dan bermakna denotasi)
b. Tetanggaku terkena bisa ular yang mematikan.(artinya racun makna denotasi)

http://bagas.wordpress.com/2007/10/25/kalimat-verbal-dan-nominal/